Need Add Your Sitemap?

Wednesday 7 November 2007

AWAS! BAHAYA TUMBUHAN OBAT

Selama ini tumbuhan tertentu dipercaya tidak berbahaya bila dikonsumsi, terutama tumbuhan obat. Akibatnya, pemakaiannya menjadi tidak terkontrol. Padahal pada tanaman tertentu konsumsi melebihi batas justru mengganggu kesehatan.

Beberapa tahun belakangan penggunaan bahan alami sebagai obat marak di Tanah Air. Pemicunya, harga obat-obatan sintetis makin mahal. Bahan alami relatif kecil efek sampingannya bila dikonsumsi secara benar. Bahkan, tidak pernah dikhawatirkan akan menimbulkan efek sampingan merugikan. Akibatnya, penggunaan tumbuhan obat menjadi berlebihan tanpa kontrol.

Padahal tidak seratus persen benar bila dinyatakan semua tumbuhan aman untuk dikonsumsi. Sampai batas-batas tertentu, mungkin benar. Akan tetapi bila sudah melampaui batas, justru bahaya yang akan tampil. Pepatah "berhentilah makan sebelum kenyang" sangat relevan dalam hal ini. Tumbuhan obat akan memberikan hasil bila dikonsumsi secukupnya untuk tujuan pengobatan. Namun jangan beranggapan, karena aman dan ingin cepat sembuh, segala macam bahan tumbuhan lalu dikonsumsi tanpa mendalami sifat dan mengontrol dosis atau jumlah yang digunakan.

Penyebab kanker dan kerusakan DNA

Contoh klasik yang dapat diambil sebagai perbandingan adalah dalam penggunaan dringo (Acorus calamus ). Secara tradisional dringo kerap digunakan sebagai bahan penenang dan untuk mengatasi stres. Dringo memiliki kandungan senyawa bioaktif asaron, yang terdiri atas dua isomer, ƒÑ(alfa)- dan ƒÒ (beta)-asaron. Senyawa ini memiliki struktur kimia mirip dengan senyawa golongan amfetamin dan ekstasi.

Dalam dosis rendah dringo dapat memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek sedatif (penenang) terhadap sistem saraf pusat. Namun, jika digunakan dalam dosis tinggi malah memberikan efek sebaliknya, yaitu meningkatkan aktivitas mental atau populer disebut psikoaktif. Bahkan ƒÒ (beta)-asaron dringo merupakan salah satu senyawa alami yang potensial sebagai karsinogenik atau pemicu timbulnya kanker.

Penggunaan dringo dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker jika antibodi yang ada di tubuh tidak bisa mengeliminasi efek karsinogenik dringo. Hasil penelitian di laboratorium terhadap hewan uji coba memperlihatkan, dringo dapat menimbulkan efek genotoksik, yaitu bersifat racun yang dapat mengakibatkan perubahan genetik dari sel, sehingga kerap kali sel-sel tumbuh dan berkembang secara tidak terkendali menjadi tumor atau kanker.

Di samping itu, dringo juga dapat menyebabkan penumpukan cairan di perut, menyebabkan depresi, mengakibatkan perubahan pada jantung dan hati, serta dapat menimbulkan efek berbahaya pada usus. Berdasarkan fakta ilmiah itu, maka dalam beberapa tahun belakangan ini Federal Drugs of Administration (FDA) - Ditjen POM-nya Amerika Serikat - telah melarang penggunaan dringo secara internal karena lebih banyak kerugian yang ditimbulkan daripada manfaatnya.

Pemanfaatan biji pinang (Areca catecu), yang secara tradisional telah digunakan secara luas sejak ratusan tahun lalu, juga memiliki potensi bahaya bagi tubuh. Penggunaan paling populer adalah kegiatan menyirih dengan bahan campuran biji pinang, daun sirih, dan kapur. Ada juga yang mencampurnya dengan tembakau. Diperkirakan, populasi pengguna biji pinang secara berkala dalam berbagai bentuk sediaan mencapai sekitar 500 juta orang.

Biji pinang mengandung arekolin, senyawa alkaloid aktif, yang bila digunakan berlebihan justru membahayakan kesehatan. Senyawa ini sangat potensial sehingga harus digunakan dalam jumlah kecil. Sebanyak 2 mg arekolin murni sudah dapat menimbulkan efek stimulan yang kuat, sehingga dosis yang dianjurkan tidak melebihi 5 mg untuk sekali pakai. Penggunaan serbuk biji sebaiknya tidak lebih dari 4 g. Jika digunakan pada dosis 8 g, akan segera berakibat fatal.

Arekolin bersifat sebagai sitotoksik dan sistatik kuat. Secara in vitro (dalam tabung reaksi), penggunaan arekolin dengan konsentrasi 0,042 mM (milimol) mengakibatkan penurunan daya hidup sel serta penurunan kecepatan sintesis DNA dan protein. Arekolin juga menyebabkan terjadinya kegagalan glutationa, yaitu sejenis enzim yang berfungsi melindungi sel dari efek merugikan.

Biji pinang juga mengandung senyawa golongan fenolik dalam jumlah relatif tinggi. Selama proses pengunyahan biji pinang di mulut, spesies oksigen reaktif (radikal bebas) akan terbentuk dari senyawa fenolik itu. Adanya kapur sirih yang menciptakan kondisi pH alkali akan lebih merangsang pembentukan oksigen reaktif itu. Oksigen reaktif inilah salah satu penyebab terjadinya kerusakan DNA atau genetik sel epitelial dalam mulut.

Kerusakan dapat berkembang menjadi fibrosis submukosa, yaitu salah satu jenis kanker mulut, yang telah menjangkiti sekitar 0,5% pengguna biji pinang. Selain berakibat jelek terhadap mulut, tanin biji pinang juga dapat menimbulkan luka pada mulut dan usus, yang jika dibiarkan dapat berakhir pada munculnya kanker.

Kandungan berbahaya lain pada biji pinang adalah senyawa turunan nitroso, yaitu N-nitrosoguvakolina, N-nitrosoguvasina, 3-(N-nitrosometilamino) propionaldehida dan 3-(N-nitrosometilamino) propionitrile. Keempat turunan nitroso ini merupakan senyawa bersifat sitotoksik (meracuni sel) dan genotoksik (meracuni gen) pada sel epithelial buccal, dan juga dapat menyebabkan terjadinya tumor pada pankreas, paru-paru, hidung, dan hati. Pada hewan percobaan, senyawa nitroso biji pinang juga terbukti dapat menyebabkan efek diabetogenik atau pemunculan diabetes secara spontan.

Para penderita asma juga harus ekstrahati-hati terhadap biji pinang. Ia dapat menimbulkan efek kontraksi pada saluran pernapasan, yang berasosiasi dengan kambuhnya serangan asma. Inhalat dua jenis alkaloid dari biji pinang yaitu arekolin (5,2 mg/ml) dan metakolin (1,6 mg/ml) dapat menyebabkan kontraksi saluran pernapasan, yang ditandai berkurangnya volume pengeluaran udara dari saluran pernapasan sebesar 20% pada penderita asma. Bahkan, ada beberapa pasien asma yang mengalami penurunan volume pengeluaran udara sebesar 30%, 150 menit setelah mengunyah biji pinang.

Interaksi negatif dengan obat sintetis

Tumbuhan obat juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bila dikonsumsi bersama obat sintetis. Meskipun semula penggunaan itu dimaksudkan untuk memperoleh efek penyembuhan lebih signifikan dalam waktu relatif pendek. Akan tetapi, penggabungan itu boleh saja dilakukan sepanjang sudah diyakini bahwa obat sintetis yang digunakan tidak memberikan hasil interaksi yang malah merugikan kesehatan.

Salah satu contohnya, penggunaan biji pinang dalam waktu bersamaan dengan obat sintetis yang mengandung flupentiksol, prosiklidina, flufenazina, prednison, dan salbutamol, dapat menimbulkan efek jaw tremor. Selain itu dapat juga mengakibatkan terjadinya kekakuan, akithesia, serangan asma, dan bradikinesia, yaitu produksi bradikinin yang berlebihan sehingga menimbulkan alergi (kulit bentol-bentol dan gatal).

Contoh lain, Gingko biloba jika berinteraksi dengan aspirin (obat yang berpotensi sebagai penghilang rasa sakit) dapat menimbulkan hyphema (perdarahan dalam rongga anterior mata) secara spontan. Jika ekstrak Gingko biloba dalam tubuh berinteraksi dengan parasetamol yang banyak terdapat pada obat penurun demam, dapat menimbulkan efek sampingan bilateral subdural haematoma (penimbunan darah di dalam rongga subdural yang berasal dari kedua pembentuk rongga yakni duramater dan araknoid).

Beberapa pasien yang menggunakan bahan tersebut secara bersamaan dilaporkan terserang subarachnoid haemorrhage (perdarahan intrakranial ke dalam ruang subaraknoid) dan subdural haematoma (penimbunan darah di dalam rongga subdural). Jika interaksi terjadi antara ekstrak Gingko biloba dengan warfarin, akan timbul intracerebral haemorrhage (perdarahan dalam serebrum), sedangkan interaksi dengan obat-obatan mengandung diuretik thiazina akan berakibat munculnya hipertensi atau darah tinggi.

Dua tumbuhan obat yang dipercaya sebagai aprodisiak, yaitu ginseng (Panax spp.) dan ginseng siberia (Eleutherococcus senticoccus) juga dapat menimbulkan efek negatif jika berinteraksi dengan obat sintetis. Interaksi ginseng dengan obat-obatan mengandung fenelzina dapat menimbulkan sakit kepala, tremor, dan mania. Ekstrak ginseng juga dapat meningkatkan pengaruh alkohol karena ekstrak ginseng dapat meningkatkan aktivitas dari enzim alkohol dehidrogenase dan aldehida dehidrogenase.

Sedangkan interaksi ekstrak ginseng siberia dengan digoxin (suatu glikosida kardiotonik berupa kristal jernih sampai putih dengan rumus kimia C41H64O14) dapat meningkatkan konsentrasi digoxin dalam tubuh, sehingga dosis yang terdapat dalam tubuh atau bagian tubuh tertentu lebih tinggi dari dosis yang semestinya dibutuhkan.

Dalam liquorice atau kayu manis cina (Glycyrrhiza glabra) yang sangat populer dalam campuran obat tradisional Cina terdapat senyawa glisirizina, yang jika berinteraksi dengan prenidsolona akan menyebabkan terjadinya penurunan penyebaran plasma dan meningkatkan konsentrasi prenidsolona dalam plasma. Interaksi dengan obat kontrasepsi oral akan menimbulkan hipertensi, edema (pembengkakan jaringan karena peningkatan jumlah cairan dalam jaringan), dan hipokaemia. Efek ini timbul karena obat kontrasepsi oral dapat meningkatkan kesensitifan penggunanya terhadap asam glisirizin pada ekstrak liquorice. Dilaporkan, wanita lebih sensitif terhadap liquorice daripada pria.

Interaksi ekstrak St. John's wort (Hypericum perforatum), yang dewasa ini banyak terdapat dalam food supplement impor untuk menjaga kesehatan wanita, dengan beberapa senyawa obat sintetis inhibitor percepatan serotonin seperti trazodona, sertralina, dan nefazodona dapat menimbulkan sindroma serotonin sedang. Ekstrak tumbuhan ini juga dapat meningkatkan konsentrasi teofilina di dalam tubuh bila digunakan secara bersamaan.

Sebaliknya, jika digunakan bersama siklosporin, malah dapat mengurangi konsentrasi siklosporin dalam serum sehingga menyebabkan tidak efektifnya penggunaan antibiotik tersebut. Jika dikombinasikan dengan kontrasepsi oral seperti etinilestradiol atau desogestrol, dapat mengakibatkan perdarahan. Sedangkan interaksi asam jawa (Tamarindus indica) dengan aspirin dapat meningkatkan kemampuan aspirin sehingga efek aspirin bisa menjadi lebih kuat dari yang dibutuhkan.

Untuk itu, dalam menggunakan obat-obatan, food supplement, ataupun ramuan tradisional untuk menunjang kesehatan tubuh sangat perlu dipahami sifat-sifat dari bahan itu. Tidak semua tumbuhan obat aman untuk dikonsumsi, apalagi dalam jumlah tidak terkontrol. Jika menggunakan bahan tumbuhan secara bersamaan dengan obat-obat sintetis, hendaknya terlebih dahulu memahami sifat bahan tumbuhan dan membaca secara teliti bahan aktif dari obat sintetis itu.

Dari sini bisa diketahui apakah penggunaan kedua bahan itu secara bersamaan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Perlu juga diketahui, suatu tumbuhan dalam dosis tertentu dapat memberikan manfaat untuk menunjang kesehatan. Akan tetapi pada dosis lebih tinggi mungkin saja bahan itu bersifat racun bagi sel-sel atau organ di dalam tubuh. (Andria Agusta, Lab. Fitokimia, Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor)

0 Comments: