Bila diamati, bintang-bintang di langit ternyata tidak semuanya tunggal. Banyak di antaranya berpasangan. Melalui pengamatan terhadap bintang-bintang itu, masa depan Matahari bisa diketahui. Itu baru dengan mata telanjang. Lebih indah lagi bila menggunakan alat bantu astronomi macam teleskop. Bintang yang bisa diamati semakin banyak jumlahnya walau tidak lebih besar tampilannya. Masih tampak seperti titik-titik cahaya, hanya saja terlihat lebih terang. Lebih mengejutkan lagi kalau diamati dengan teropong Zeiss milik Unit Pelaksana Teknis (UPT) Observatorium Bosscha, Institut Teknologi Bandung (ITB). Bintang yang tadinya terlihat tunggal, ternyata banyak sekali yang berpasangan. Tiap pasangan seperti lengket bak muda-mudi yang lagi asyik berpacaran. Dalam astronomi mereka dinamai bintang ganda. Bintang inilah yang menjadi salah satu objek pengamatan utama Observatorium Bosscha, yang maskotnya berupa kubah raksasa tempat berteduh teropong Zeiss. Memiliki refraktor ganda berdiameter 60 cm dengan panjang titik api 10,7 m, teropong Ziess dilengkapi teropong pencari berdiameter 40 cm dan kisi difraksi di muka lensa utama. Masa depan Matahari "Bintang di langit terang itu lebih dari 50%-nya bintang ganda. Bintang ini, yang kita lihat sebagai bintang tunggal, ternyata dengan teleskop (Zeiss) bisa diketahui terdiri atas dua, tiga, atau empat bintang. Mereka saling mengorbit satu sama lain," jelas Dr. Moedji Raharto, kepala UPT Observatorium Bosscha. Orbit inilah yang diamati dari Bumi. Melalui pengamatan itu, massa bintang bisa dihitung. Pengamatan massa bintang ini, ungkap Moedji Raharto, untuk mengetahui masa depan Matahari. Bintang-bintang itu tidak lain adalah matahari-matahari yang sangat jauh letaknya. Matahari yang kita kenal selama ini merupakan bintang paling dekat dengan kita. Masa depan Matahari, struktur evolusinya, reaksi pembangkit energi yang ada di pusatnya, sampai berapa miliar tahun lagi mau bersinar, apakah cahayanya tetap seperti sekarang, apakah tiba-tiba tambah panas atau tambah dingin, dan sebagainya, bisa dipelajari melalui pengamatan bintang-bintang. Setidaknya, hasil dari mempelajari bintang-bintang itu bisa meyakinkan kita bahwa 10 tahun lagi, misalnya, matahari masih tetap bersinar. Sistem bintang ganda sendiri dibedakan atas dua kelas, yakni bintang ganda jauh dan dekat. Bintang ganda jauh adalah bintang ganda yang tampak terpisah ketika diamati dengan teleskop. Bintang ganda ini relatif lebih klasik, kurang menyajikan pengetahuan fisik bintang bagi astronom. Studi objek ini lebih banyak berkisar pada penentuan orbit, massa, struktur komponen-komponen, dan evolusi yang pada dasarnya memberikan tambahan data pada katalog-katalog bintang serupa yang sudah dipublikasikan. Periode orbit bintang ganda jauh mencapai puluhan hingga ribuan tahun. Sekadar contoh, sistem bintang ganda L (alpha) Centauri memiliki periode orbit 80 tahun. Mengingat umur manusia rata-rata 70 tahun, maka maksimal hanya sekali manusia dapat menyaksikan perputaran bintang itu. Periode orbit berikutnya, maaf saja, tidak bisa disaksikan lagi. Karena itu tidak begitu banyak astronom tertarik untuk menelitinya. Sementara pada bintang ganda dekat, sifat kegandaannya terungkap melalui teknik-teknik pengamatan spektroskopik (spektrum cahaya) dan fotometrik (kekuatan cahaya). "Bintang-bintang macam itu tentunya tidak bisa diamati dengan teknik yang ada di teropong Zeiss," tambah Moedji. Melalui pengamatan teleskop, tidak bisa dilihat komponen-komponennya secara terpisah. Sistem bintang ganda dekat inilah yang saat ini menjadi konsentrasi penelitian astronomi. Di samping periodenya pendek (umumnya memiliki orde harian), juga menampilkan beragam fenomena fisik menakjubkan. Evolusi bintang Sejak selesai dibangun pada 1928 oleh Karel Albert Rudolf Bosscha (15 Mei 1861 – 26 November 1928), pengusaha perkebunan teh di Malabar, bersama Nederlands Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV, perkumpulan ahli bintang Hindia Belanda), hingga sekarang Observatorium Bosscha telah memiliki koleksi sekitar 9.000-an data dari sekitar 400-an bintang ganda jauh. Menurut Moedji, kita tidak mungkin mengamati semua bintang ganda jauh. Pengamatan dilakukan satu hingga tiga tahun sekali untuk mengetahui apakah posisinya berubah atau tidak. Pengamatan bintang ganda jauh penuh dengan hal-hal menarik. Seperti halnya manusia, bintang mengalami proses kehidupan: lahir, tumbuh dan berkembang, serta akhirnya mati. Proses yang sering disebut evolusi bintang itu berlangsung kira-kira jutaan hingga miliaran tahun. Bintang yang terbentuk hampir tidak ada yang sama persis. Banyak sekali yang sedikit berbeda, tapi mirip. Proses terbentuknya bintang itu berawal dari awan gas dan debu antarbintang. Di antara atom-atom awan terjadi tarik-menarik akibat gaya gravitasi hingga membentuk nebula protobintang (kabut calon bintang), yang mengerut, memanas, dan mulai bersinar. Ketika mengerut, pusatnya mencapai suhu jutaan derajat Celcius, cukup panas untuk berlangsungnya reaksi nuklir penghasil energi bintang. Dengan energi itu, tekanan radiasi di pusat bisa mengimbangi keluruhan angkasa bintang akibat gaya gravitasi. Dengan demikian bintang dapat stabil. Daya desak dari luar ditahan tekanan radiasi dari dalam. Pada pembentukan bintang ganda dekat, kontraksi akibat gaya gravitasi antarpartikel dalam nebula selama jutaan bahkan miliaran tahun, akhirnya melahirkan dua bola gas padat. Keduanya sangat panas sehingga di masing-masing intinya terjadi reaksi fusi (penggabungan dua atom hidrogen menjadi helium). Pada tahap itu protobintang yang masih bersembunyi di balik sisa-sisa nebula cuma memancarkan radiasi inframerah. Sisa nebula di sekitarnya merupakan sumber emisi pada panjang gelombang radio. Radiasi inframerah tidak akan pernah sampai ke permukaan Bumi lantaran terserap uap air dalam atmosfer. Usia masing-masing komponen sistem sangat ditentukan oleh massanya. Makin besar massa bintang, perjalanan evolusinya makin cepat. Terancam lingkungan sekitar Data-data hasil pengamatan yang dilakukan Observatorium Bosscha tadi berupa data fotografi. "Ke depan, Observatorium Bosscha akan melangkah dari fotografik ke elektronik. Kami sedang melakukan eksperimen untuk menggunakan detektor elektronik, supaya tetap bisa mengoleksi data. Jadi, meneruskan sesuatu yang sudah dirintis orang-orang terdahulu. Kalau sekarang datanya berupa fotografi lalu diukur, nantinya menggunakan data elektronik," ungkap Moedji. Perangkat kerasnya berupa Chart Couple Device (CCD). Keunggulan detektor elektronik ini, kuantum efisiensinya tinggi sekali. Kalau pada detektor fotografi cuma 1%, ia bisa mencapai lebih dari 60%. Jadi, diharapkan bisa mengumpulkan data (objek) lebih lemah. Kelemahannya, detektor elektronik tidak bisa membuat data sebesar plat fotografi. Kalau pun ada, mungkin biayanya sangat mahal. "Bila kelak alat canggih itu telah kami gunakan, kami tetap menggunakan teleskop yang ada. Teleskop ini memiliki keunggulan berupa titik api yang panjang. Artinya, dia dapat mengamati lebih rinci objek-objek langit. Keuntungan lainnya, bidang fokusnya datar, sehingga dengan detektor elektronik masih cocok," tambahnya. Sayangnya, aktivitas pengamatan yang berguna untuk menganalisis masa depan Matahari sebagai sumber kehidupan makhluk Bumi, terancam oleh ulah manusia sendiri. Saat ini, Observatorium Bosscha, yang terletak di 107o BT dan 6o49’ LS pada ketinggian 1.310 m dari permukaan laut, menghadapi kendala polusi cahaya lampu yang terang benderang dari Bandung dan sekitarnya. Bahkan beberapa ratus meter dari Observatorium Bosscha pun sudah tumbuh rumah-rumah, yang pasti akan mengeluarkan cahaya di malam hari. "Pada dasarnya kami ingin memelihara lingkungan ini agar tidak getting worse," harap Moedji. Kalau tidak, suatu saat keberadaan Observatorium Bosscha menjadi tidak ada artinya. Tanpa disadari lingkungan Osevatorium Bosscha memang menjadi tidak bersahabat. Padahal ketika didirikan, lingkungan observatorium itu sangat ideal. Ia berada di tengah-tengah perkebunan teh yang nyaris bebas dari polusi asap dan cahaya. Kita tidak tahu, apakah pembangunan sudah berlangsung di sana-sini dengan tiba-tiba itu akibat ketidaktahuan orang dan sebagainya. Pemda juga tidak tahu bagaimana menyetopnya. Seminar juga sering dilakukan. "Dulu ‘kan rencana detail tata ruang (RDTR) belum dibuat sehingga secara hukum sukar untuk melarang," tambahnya. Sebetulnya, yang menjadi pokok masalah adalah polusi cahaya itu paling besar bersumber dari lingkungan paling dekat dengan observatorium. Karena itu, pada radius 2,5 km perlu dilakukan pembenahan permukiman. Dari topografinya jelas di radius itulah yang akan banyak sekali terjadi konflik kepentingan dan juga berpotensi mengundang orang untuk berlomba-lomba membangun. Memang ada usulan untuk memindahkan observatorium ini, yang ketika baru dibangun merupakan salah satu dari 17 observatorium di belahan bumi selatan, dan satu-satunya yang berlokasi amat dekat dengan katulistiwa. Akan tetapi, ide ini juga bukan menjadi jalan keluar terbaik, sehingga sulit diterima. "Untuk sementara ini kami harapkan, ada kesadaran masyarakat atau yang lebih tinggi lagi untuk mengurangi cahaya lampu berlebihan, terutama lampu pekarangan atau penerangan di luar rumah. Secara bertahap barangkali bisa sadar untuk tidak membangun lebih luas. Tapi kesadaran ini ternyata hanya suatu harapan. Bagaimanapun kami masih memiliki suatu harapan," ujar Moedji. Semoga saja harapan ini bisa didengar, direnungkan, dan bisa menumbuhkan rasa empati. Siapa tahu, dari sana kepedulian terhadap aset bernilai pendidikan tinggi ini bangkit dan berlanjut dengan tindakan nyata. Maka, para astronom bisa tetap bekerja dengan baik dan astronomi di negeri ini bisa terus berkembang untuk diwariskan kepada anak cucu. Mereka pun masih berkesempatan mengintip indahnya bintang-bintang di langit secara lebih jelas. (I Gede Agung Yudana)
Need Add Your Sitemap?
Wednesday, 7 November 2007
Mengintip Masa Depan Matahari
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Comments:
Post a Comment